‎Keluarga Mendiang Kades Yang Dipalsukan Tanda Tangannya Tantang Mafia Tanah ‎



‎Pojokkatanews.com – Dugaan adanya pemalsuan tanda tangan Kepala Desa oleh oknum mafia tanah, anggota keluarga mendiang Kepala Desa Uray Hamdan Nayin siap berikan kesaksian.

Pihak keluarga almarhum Kepala Desa yang disebut-sebut menandatangani dokumen tersebut dengan tegas menyatakan keberatan. Lebih dari itu, mereka siap menjadi saksi bila kasus ini masuk ke ranah hukum.‎

‎Sanusi, menantu dari almarhum U. Hamdan Nayin yang pernah menjabat Kepala Desa Buduk Sempadang, menyatakan keterkejutannya ketika mengetahui nama mertuanya tercantum sebagai pihak yang menandatangani surat tanah bertanggal 1993.

‎"Mertua saya meninggal tahun 1991, bagaimana mungkin bisa tanda tangan di tahun 1993 Kalau bukan dipalsukan, lalu apa, masa iya orang mati bisa hidup lagi hanya untuk tanda tangan," Ketus Sanusi saat ditemui di kediamannya. Rabu (16/07/2025).

‎Pihak keluarga menyebutkan, sebelumnya tidak pernah ada informasi atau pemberitahuan terkait keberadaan surat tanah tersebut. Mereka bahkan mengaku baru mengetahui kabar ini setelah ada pihak yang menanyakan tahun kematian almarhum beberapa hari lalu.

‎"Setelah kami cek, ternyata ada surat tanah dengan tanda tangan mertua saya. Tentu kami keberatan. Ini bentuk pemalsuan terang-terangan, kami sudah klarifikasi ke pihak desa dan jika ini tak kunjung selesai, kami siap menempuh jalur hukum," tegas Sanusi.

"Kami tak takut. Kami siap menjadi saksi, jangan anggap sepele pemalsuan ini, karena ini bukan sekadar soal tanah, tapi soal martabat keluarga dan hukum di negeri ini," pungkas Sanusi.

‎Dugaan adanya pemalsuan tanda tangan guna penguasaan lahan ini juga menarik perhatian  Ketua Umum Dewan Eksekutif Mahasiswa Hukum Sambas, Luffi Ariadi, dia menyebutkan kasus ini tidak bisa dibiarkan begitu saja.

‎‎"Jika memang benar terjadi demikian, Ini bukan lagi sekadar kelalaian administratif, tetapi indikasi kuat adanya mafia tanah yang bermain dengan memanfaatkan kelemahan verifikasi dokumen di tingkat desa. Jika benar surat itu ditandatangani setelah kepala desa meninggal, itu jelas pelanggaran hukum," kata Luffi.

‎‎Ia menambahkan, praktik pemalsuan ini bisa dijerat dengan Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat. Dalam pasal tersebut, siapa pun yang dengan sengaja membuat surat palsu atau memalsukan surat dengan maksud untuk digunakan seolah-olah asli, diancam pidana penjara paling lama enam tahun.

‎Kasus ini menjadi alarm keras bagi pemerintah desa dan aparat hukum untuk lebih serius mengawasi praktik mafia tanah yang kian nekat. Apalagi jika tanda tangan orang mati saja bisa dimanfaatkan, lalu apalagi yang tidak mungkin dilakukan oleh para mafia. (Run).

 

Posting Komentar

0 Komentar