MEMBANGUN KELUARGA SAKINAH DI ERA SOCIETY 5.0

Menelisik kajian keluarga, sosiologi, dan hukum Islam, membangun keluarga yang sakinah menjadi masalah strategis yang semakin penting di era Society 5.0. Dalam pembicaraan global, "Society 5.0" menggambarkan bahwa manusia adalah tujuan dari kemajuan teknologi dan inovasi digital seperti kecerdasan buatan, internet of things, dan big data dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. Kondisi ini membutuhkan integrasi antara realitas sosial-teknologis dan nilai-nilai spiritual Islam dalam keluarga Muslim. Dalam lima hingga sepuluh tahun terakhir, sejumlah penelitian menunjukkan bahwa transformasi digital memengaruhi pola komunikasi keluarga, hubungan suami istri, dan pengasuhan anak (Rahman, 2021). Pada akhirnya, transformasi digital ini berdampak langsung pada pembentukan keluarga sakinah di era Society 5.0.

Dalam Islam, konsep keluarga sakinah mengacu pada kondisi ketenteraman dan ketenangan batin yang dihasilkan dari hubungan pernikahan yang didasarkan pada iman, sakinah, mawaddah, dan rahmah. Dalam Al-Qur'an, ayat-ayat yang menyebutkan sakinah (ketenangan) dari Allah SWT, terutama untuk menenangkan hati orang beriman saat menghadapi kesulitan, termasuk dalam Surat Al-Fath (4, 18, 26), Surat At-Taubah (26, 40), dan Surat Al-Baqarah (248), serta Surat Ar-Rum (21), yang membahas konsep sakinah, mawaddah, dan warahmah dalam pernikahan. 

Sakinah bukanlah situasi tanpa konflik, menurut penelitian yang dilakukan oleh Azizah pada tahun 2018. Sebaliknya, sakinah adalah kemampuan keluarga untuk menangani konflik secara konstruktif dengan menggunakan nilai-nilai agama sebagai referensi utama. Dalam perkembangan terbaru, penelitian Nurhadi (2020) menunjukkan bahwa modernisasi dan digitalisasi cenderung membuat keluarga berfokus pada individualisme daripada nilai kolektif. Ini mengancam stabilitas emosional rumah tangga. Oleh karena itu, untuk menjaga keluarga yang bahagia di era Society 5.0, nilai spiritual harus diperkuat sebagai fondasi utama agar keluarga tidak kehilangan arah di tengah perubahan sosial yang cepat.

Penelitian juga menekankan peran teknologi digital dalam kehidupan keluarga modern. Studi oleh Wahyuni dan Hidayat (2021) menemukan bahwa penggunaan gawai yang tidak terkontrol dalam keluarga menyebabkan komunikasi antar anggota keluarga menjadi lebih buruk. Hasil ini sejalan dengan penelitian Prasetyo (2022) yang menyatakan bahwa alienasi emosional dalam rumah tangga dapat disebabkan oleh intensitas interaksi digital yang tinggi tanpa diimbangi dengan komunikasi tatap muka. Dalam situasi seperti ini, keluarga yang ingin hidup damai di era Society 5.0 harus memiliki literasi digital yang mencakup literasi teknis serta literasi moral dan spiritual. Keluarga tidak dapat bergantung pada teknologi hanya untuk mengontrol hubungan mereka. Sebaliknya, teknologi harus dilihat sebagai alat yang membantu menjaga keluarga bersatu.

Di era Society 5.0, hubungan suami istri juga mengalami perubahan besar, terutama dalam hal pembagian peran dan tanggung jawab dalam keluarga. Studi Sari (2019) menemukan bahwa pola relasi rumah tangga yang lebih egaliter dipengaruhi oleh peningkatan partisipasi perempuan dalam ekonomi digital dan sektor publik. Namun, perubahan ini dapat menyebabkan konflik peran jika tidak memahami nilai musyawarah dan keadilan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Fauzi (2021), prinsip kerja sama (ta‘awun) dan kesalingan (mubadalah) sangat penting untuk membangun keluarga sakinah di tengah transformasi sosial. Oleh karena itu, Society 5.0 seharusnya dilihat sebagai kesempatan untuk meningkatkan hubungan suami istri yang berbasis kerja sama daripada dominasi satu pihak.

Di era Society 5.0, salah satu tantangan paling sulit dalam membangun keluarga yang damai adalah pengasuhan anak. Anak-anak yang lahir dari generasi digital asli sangat tertarik pada teknologi sejak usia dini. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Lestari (2020) menemukan bahwa pola asuh yang memungkinkan anak menggunakan teknologi secara permisif berisiko menurunkan kualitas karakter dan empati sosial mereka. Sementara itu, penelitian Hakim (2022) menunjukkan bahwa pola asuh berbasis nilai juga dikenal sebagai parenting berbasis nilai menggabungkan ajaran agama dengan literasi digital. Orang tua dalam keluarga sakinah harus berpartisipasi secara aktif dan berpikir kritis, bukan hanya sebagai pengawas, tetapi juga sebagai mentor yang dapat mengajarkan anak-anak mereka cara menggunakan teknologi dengan benar dan bertanggung jawab.

Tekanan ekonomi dan tuntutan produktivitas di era Society 5.0 mengganggu stabilitas keluarga. Yuliana (2021) melakukan penelitian yang menunjukkan bahwa fleksibilitas kerja berbasis digital memungkinkan keluarga untuk menghasilkan lebih banyak uang. Namun, penelitian tersebut juga menemukan bahwa ini dapat mengaburkan batas antara ruang kerja dan ruang keluarga. Kondisi ini seringkali menyebabkan kelelahan psikologis dan kualitas kebersamaan keluarga yang lebih rendah. Hasil ini menunjukkan bahwa manajemen waktu dan prioritas hidup yang berfokus pada kemaslahatan keluarga sangat penting dalam perspektif keluarga sakinah. Dalam budaya kerja yang serba cepat dan kompetitif saat ini, nilai-nilai seperti qana'ah, syukur, dan keseimbangan hidup dapat membantu keluarga tetap tenang.

Secara keseluruhan, penelitian terdahulu menunjukkan bahwa strategi adaptif yang berbasis nilai diperlukan untuk membangun keluarga yang tenang di era Society 5.0. Pendekatan normatif semata tidak akan cukup. Di zaman sekarang, keluarga sakinah ideal adalah keluarga yang dapat menggabungkan kemajuan teknologi dengan kekuatan spiritual, rasionalitas kontemporer dengan etika Islam, dan kebebasan individu dengan kewajiban bersama. Dengan mempertimbangkan hasil penelitian sebelumnya sebagai dasar untuk refleksi, dapat disimpulkan bahwa Society 5.0 bukanlah ancaman bagi keluarga yang bahagia. Sebaliknya, itu memberikan kesempatan baru untuk menegaskan kembali peran keluarga sebagai pusat pembentukan karakter, ketahanan moral, dan kesejahteraan manusia. Keluarga sakinah akan tetap ada dan membangun Society 5.0 yang humanis, berkeadilan, dan berkeadaban.

Penulis : Dr. Asman, M. Ag Dosen Fakultas Hukum Universitas Sultan Muhammad Syafiuddin Sambas (UNISSAS)


Posting Komentar

0 Komentar