Membangun Keluarga Berpendidikan Di Era Digital Dalam Konteks Sinergi Suami Istri Dalam Mendidik Anak


 MEMBANGUN KELUARGA BERPENDIDIKAN DI ERA DIGITAL DALAM KONTEKS SINERGI SUAMI ISTRI DALAM MENDIDIK ANAK

 

 

Era digital telah membawa perubahan besar pada kehidupan keluarga Muslim. Teknologi yang awalnya diciptakan untuk membuat hidup lebih mudah, saat ini malah menciptakan tantangan baru dalam mempertahankan nilai-nilai, sikap, dan edukasi anak-anak. Kehadiran media sosial, perangkat elektronik, kecerdasan buatan, dan aliran informasi yang cepat mengharuskan orang tua untuk berperan tidak hanya sebagai pengasuh, tetapi juga sebagai pendidik, pengawas, serta penyaring nilai yang bijak dan kritis. Dalam konteks ini, kolaborasi antara suami dan istri menjadi faktor penting untuk sukses keluarga Muslim dalam membentuk generasi yang cerdas secara intelektual dan juga kuat secara spiritual.

Sejumlah riset terkini menegaskan betapa esensialnya peran keluarga dalam pengembangan karakter anak di era digital. Azyumardi Azra menekankan bahwa keluarga adalah lingkungan pendidikan pertama yang membentuk identitas moral dan religius seorang anak sebelum institusi pendidikan lainnya berperan. Sementara itu, Haidar Bagir kerap mengingatkan bahwa teknologi itu netral, dan yang menentukan apakah hal itu membawa kebaikan atau keburukan adalah pengguna serta ekosistem keluarga yang mengatur cara penggunaannya. Umar Shihab, dalam analisisnya mengenai hukum keluarga Islam, juga mencermati pentingnya kolaborasi emosional dan intelektual antara suami dan istri demi menjaga nilai-nilai Islam saat menghadapi tantangan sosial yang modern.

Dari sudut pandang Islam, keluarga yang memiliki pendidikan tidak hanya berarti keluarga yang mengutamakan pendidikan resmi, tetapi juga keluarga yang menciptakan lingkungan belajar sepanjang hayat. Nabi Muhammad SAW menekankan bahwa "menuntut ilmu adalah kewajiban setiap Muslim." Kewajiban ini tentu berlaku untuk semua anggota keluarga dan memerlukan pembagian peran yang adil dan seimbang antara suami dan istri.

 

Sinergi Suami Istri dalam Pendidikan Anak

 

Kerjasama dalam keluarga Islam tidak berarti suami dan istri melakukan aktivitas yang identik, tetapi lebih kepada bagaimana keduanya saling melengkapi, memperkuat, dan bekerja sama. Dalam studi Siti Musdah Mulia, dijelaskan bahwa kemitraan suami istri dalam rumah tangga merupakan konsep penting yang diambil dari prinsip mu‘āsyarah bil ma‘rūf, yaitu hubungan yang harmonis, adil, dan penuh rasa hormat. Saat ini, penerapan pendidikan anak di era digital menuntut kerja sama yang kuat antara kedua orang tua, di mana mereka berbagi tanggung jawab dalam mengatur akses digital anak, mulai dari menentukan durasi penggunaan, jenis konten yang boleh diakses, hingga mempertimbangkan pengaruhnya terhadap perkembangan anak. Selain itu, orang tua juga perlu mengajarkan kemampuan literasi digital, termasuk cara memahami informasi dengan benar, memverifikasi kebenarannya, serta menumbuhkan kemampuan berpikir kritis. Kerja sama tersebut turut mencakup pembangunan percakapan spiritual yang menggabungkan prinsip-prinsip keislaman dengan dinamika perkembangan teknologi, sehingga nilai agama tetap menjadi landasan. Tidak kalah penting, orang tua harus menciptakan suasana belajar yang positif melalui kebiasaan membaca, diskusi keluarga, maupun keterlibatan dalam kegiatan belajar daring yang bermanfaat bagi perkembangan anak.

Studi yang dilakukan oleh Diana Sari dan Abdul Rasyid mengenai literasi digital di keluarga Indonesia mengungkapkan bahwa orang tua yang tidak berbagi tujuan pendidikan cenderung tidak berhasil dalam menetapkan peraturan digital yang seragam untuk anak-anak, yang menyebabkan pola penggunaan teknologi yang kurang sehat. Dengan kata lain, kerja sama antara suami dan istri bukan hanya sangat penting, tetapi juga merupakan keharusan agar anak-anak mendapatkan teladan dan pengarahan yang jelas.

 

Menjaga Nilai Islam di Tengah Badai Informasi

 

Tantangan terbesar yang kita hadapi saat ini tidak semata-mata mengenai kemudahan mendapatkan informasi, tetapi lebih kepada kelebihan informasi. Anak-anak gampang terpapar pada konten yang mengandung kekerasan, pornografi, perilaku konsumtif, gaya hidup hedonis, bahkan ideologi ekstrem yang secara halus merasuki platform digital. Peneliti seperti Muhammad Quraish Shihab menekankan pentingnya peran orang tua sebagai pendidik spiritual yang mendidik dengan nilai-nilai, etika, dan kebijaksanaan, karena pengetahuan yang tidak diimbangi dengan moral dapat menghasilkan generasi yang cerdas tetapi tidak bijak.

Di sinilah peran krusial keluarga yang berilmu, yakni yang tidak hanya mengerti ajaran agama, namun juga mengikuti kemajuan teknologi. Pasangan suami istri seharusnya tidak berada dalam kondisi “gaptek moral,” yaitu mengajarkan prinsip-prinsip Islam tetapi tidak mengetahui lingkungan digital di mana anak-anak bergaul. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Hendri Gunawan (UIN Jakarta) tentang pengasuhan digital, banyak anak yang kehilangan kontrol karena orang tua mereka kurang memahami bagaimana algoritma media sosial memengaruhi perilaku dan preferensi anak.

Nilai-nilai Islam perlu dijelaskan ulang dalam konteks digital agar tetap relevan dengan kehidupan modern, misalnya dengan memahami bahwa perilaku di media sosial merupakan cerminan dari akhlak dan perilaku baik yang diajarkan dalam Islam. Etika menjaga privasi dan kehormatan juga menjadi bagian dari pengamalan ajaran tentang menjaga aurat dan martabat diri maupun orang lain. Selain itu, kejujuran digital, seperti tidak menyebarkan hoaks atau plagiarisme, merupakan bentuk aktualisasi dari kejujuran moral yang diajarkan agama. Di sisi lain, memelihara hubungan dan interaksi di dunia maya harus dilakukan sesuai batasan syariat, terutama terkait interaksi dengan non-mahram, sehingga nilai-nilai Islam tetap menjadi pedoman dalam beraktivitas di ruang digital. Dalam konteks ini, pendidikan Islam tidak boleh terpisah dari teknologi, tetapi sebaliknya, ia seharusnya menjadi panduan moral di tengah perubahan zaman yang cepat.

 

Pembagian Peran yang Adil dan Proporsional

 

Kerjasama tidak bisa terjalin tanpa distribusi tanggung jawab. Dalam Islam, perempuan tidak dijadikan sebagai satu-satunya pengajar bagi anak, terlepas dari pandangan yang salah di beberapa kalangan. Banyak cendekiawan dan peneliti seperti KH. Husein Muhammad dan Fatimah Mernissi menekankan bahwa mendidik anak adalah tanggung jawab kedua orang tua, bukan hanya beban pada istri. Di era digital saat ini, pembagian peran dalam keluarga menjadi semakin penting karena anak-anak lebih banyak berinteraksi dengan dunia luar melalui gawai, yang membuka akses luas terhadap berbagai informasi dan pengaruh eksternal. Ancaman terhadap nilai-nilai moral pun hadir secara visual, interaktif, dan sulit dikendalikan, sehingga memerlukan pengawasan dan pendampingan yang lebih intensif. Kondisi ini menuntut orang tua untuk lebih cepat beradaptasi dengan perkembangan teknologi agar mampu memahami dinamika digital yang dihadapi anak serta mengambil langkah preventif yang tepat dalam menjaga mereka dari potensi dampak negatif.

Suami dapat berfungsi sebagai pembimbing dalam hal teknis dan pengawasan digital, sedangkan istri bisa menekankan aspek emosional dan spiritual atau sebaliknya, berdasarkan kemampuan masing-masing. Yang utama bukanlah siapa yang melakukan tugas tertentu, tetapi bagaimana mereka saling mendukung dalam satu tujuan: memastikan pendidikan dan nilai moral anak.

 

Membangun Budaya Literasi dan Sinergi sebagai Fondasi Keluarga Masa Depan

 

Salah satu indikasi dari keluarga yang berpendidikan adalah adanya budaya literasi yang berkembang. Penelitian oleh Daniel Rosyid dan Fuad Jabali menunjukkan bahwa anak-anak dari keluarga yang rutin membaca, berdiskusi, dan mengakses materi mendidik akan menjadi lebih kritis dan religius dalam sikap mereka. Budaya literasi pada era digital dapat dibangun dengan berbagai cara, antara lain dengan menjadikan kegiatan membaca bersama sebagai sebuah kebiasaan yang menyenangkan bagi seluruh anggota keluarga. Selain itu, partisipasi dalam kelas-kelas daring bernuansa Islami dapat memperkaya wawasan sekaligus memperkuat nilai moral anak. Pemanfaatan aplikasi pendidikan yang berfokus pada nilai-nilai juga menjadi strategi penting untuk mengarahkan anak pada konten yang mendidik dan positif. Tidak kalah penting, orang tua perlu memotivasi anak untuk mendiskusikan konten yang mereka lihat, sehingga anak terbiasa berpikir kritis dan mampu menyaring informasi yang sesuai dengan nilai-nilai keluarga.

Semua ini akan lebih efektif jika dilakukan secara konsisten oleh kedua orang tua dalam mendidik anak dalam lingkungan rumah tangga secara disiplin. Dalam era digital, peran keluarga tidak hanya terbatas pada merawat kebutuhan fisik anak, tetapi juga termasuk membimbing akhlak, moral, dan pengetahuan mereka. Kerja sama antara suami dan istri merupakan elemen kunci untuk memastikan bahwa nilai-nilai Islam tetap terpancar di tengah kemajuan teknologi. Para ahli dari beragam bidang seperti pendidikan, keluarga, teknologi, dan agama telah menyatakan bahwa kolaborasi orang tua adalah faktor paling crucial dalam kesuksesan pendidikan anak.

Menciptakan keluarga yang berpendidikan berarti membangun rumah yang dipenuhi dengan contoh yang baik, literasi, cinta, dan nilai-nilai Islam yang terjalin dalam aktivitas sehari-hari. Teknologi seharusnya tidak ditolak, melainkan diarahkan dengan bijak. Anak-anak tidak perlu diasingkan dari dunia digital, tetapi harus dibimbing agar dapat menjadikan hal tersebut sebagai sarana untuk belajar, berkarya, dan berbuat baik. Melalui kolaborasi yang solid, pasangan suami istri dapat menciptakan generasi Muslim yang tidak hanya pintar dan mampu, tetapi juga memiliki budi pekerti yang baik, generasi yang bisa menjadi penerang di masa yang penuh transformasi.

 

Penulis: Dr. Asman, M. Ag, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sultan Muhammad Syafiuddin Sambas (UNISSAS)

 

Posting Komentar

0 Komentar