Pojokkatanews.com - Warga Kecamatan Selakau Timur digegerkan
dengan kabar bahwa seorang Kepala Desa yang sudah meninggal dunia diduga masih
menandatangani dokumen resmi terkait tanah.
Kasus ini menimbulkan kecurigaan kuat adanya mafia tanah yang
memanfaatkan celah hukum dan lemahnya pengawasan di tingkat desa.
Mahasiswa Hukum Sambas Luffi Ariadi menyebut peristiwa ini
sebagai bentuk perbuatan melawan hukum yang serius dan sangat berbahaya
terhadap integritas pelayanan publik desa.
"Ini bukan lagi soal kelalaian administratif, tapi
indikasi kuat praktik mafia tanah yang bermain di balik celah hukum dan dokumen
desa yang lemah verifikasi," ucapnya. Senin (14/7/2025).
Menurutnya, hal tersebut sangat mengganjal dan ada pelanggaran
hukum yang terjadi.
"Bukan sekadar kejanggalan, tapi sudah masuk kategori
perbuatan melawan hukum dan patut diduga ada unsur pemalsuan dokumen. Kalau
benar surat itu ditandatangani setelah kades meninggal, maka itu jelas
pelanggaran hukum," ujarnya.
"Bisa dijerat dengan Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan
surat, dan ini harus diselidiki serius. Selain itu, kasus ini juga melanggar
beberapa aturan penting lainnya seperti. UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa:
Kades wajib bertanggung jawab secara administratif. UU No. 5 Tahun 1960 tentang
Agraria: Menjamin kepastian hukum soal tanah. UU No. 30 Tahun 2014 tentang
Administrasi Pemerintahan: Melarang penyalahgunaan wewenang. Permendagri No. 1
Tahun 2016 tentang Aset Desa: Menegaskan pentingnya keabsahan dokumen tanah.
Dia menegaskan, Mahasiswa mendesak Polres Sambas dan Kejari
Sambas untuk segera turun tangan, membongkar kasus ini secara terbuka, dan
menyeret siapa pun yang terlibat.
"Sebagai solusi, kami meminta untuk melakukan Digitalisasi
administrasi desa agar lebih transparan, Audit seluruh dokumen tanah dalam 5
tahun terakhir, Pembentukan tim investigasi independen," katanya.
"Kami tidak ingin hukum di desa dipermainkan. Jika orang
mati bisa teken surat, maka keadilan benar-benar sedang dikubur
hidup-hidup," tutupnya. (Run).
0 Komentar