Pojokkatanews.com - Di tengah gencarnya komitmen pemerintah terhadap pemerataan pendidikan nasional, kondisi SD Negeri 06 Sawah di Kecamatan Sajingan Besar, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat, menyingkap fakta yang berlawanan. Sekolah dasar yang berada di wilayah perbatasan langsung dengan Malaysia itu kini berada dalam kondisi mengkhawatirkan.
Bangunan sekolah yang telah berdiri sejak tahun 1978 itu nyaris roboh.
Lantai berlubang, dinding retak, atap bocor, serta meja dan kursi yang lapuk
menjadi pemandangan harian bagi siswa dan guru yang tetap berjuang menjalankan
proses belajar mengajar.
Kepala SDN 06 Sawah, Johdi, mengatakan, pihak sekolah selama ini hanya
mengandalkan dana terbatas dari Bantuan Operasional Sekolah (BOS) serta swadaya masyarakat.
“Kami
hanya bisa memperbaiki seadanya. Komite sekolah bantu bahan, dan kami bayar
tukang pakai dana BOS. Tapi itu sifatnya tambal sulam karena dananya terbatas,”
ujarnya, Rabu (15/10/2025).
Menurut Johdi, sekolah sudah dua kali mengajukan proposal bantuan kepada
Dinas Pendidikan Kabupaten Sambas. Namun hingga kini, belum ada respons nyata
dari pihak terkait.
“Kami sudah
kirim data dan foto kerusakan. Katanya akan ada petugas yang turun meninjau,
tapi sampai sekarang belum juga datang,” tambahnya.
Terakhir kali, bangunan sekolah tersebut mendapatkan perbaikan ringan pada
tahun 2013–2014. Setelah itu, semua pemeliharaan dilakukan secara mandiri oleh
guru dan komite sekolah.
“Kalau
sekolah rusak terus, bagaimana anak-anak mau semangat belajar? Kami hanya ingin
sekolah kami diperbaiki agar mereka bisa belajar dengan aman,”
harap Johdi.
Kondisi tersebut menunjukkan adanya kesenjangan nyata dalam implementasi
program pemerataan pendidikan, terutama di kawasan perbatasan yang sejatinya
menjadi etalase kedaulatan dan kemajuan bangsa.
Pemerhati
pendidikan di Sambas menilai, kasus seperti SDN 06 Sawah
mencerminkan belum optimalnya distribusi anggaran pendidikan ke daerah 3T
(terdepan, terluar, tertinggal).
“Selama ini, sekolah di perkotaan
mendapat porsi lebih cepat dalam hal pembangunan. Sementara sekolah di
perbatasan sering harus menunggu lama karena keterbatasan data dan prioritas,”
ungkap salah satu pemerhati pendidikan yang enggan disebut namanya.(Run)
0 Komentar